SPIRITUALITAS TUBUH
berdasarkan  Pengajaran Paus Yohanes Paulus II tentang Antropologi Kristiani




PENGANTAR

Hidup religius di seluruh dunia mengalami krisis – banyak yang ke luar, sedikit yang masuk, komunitas dan tarekat menjadi tua, kaum muda yang masuk kurang keyakinan, kurang komitmen, kurang daya membatinkan nila-nilai dan bertekun. Hidup religius semakin kurang dihargai oleh umat, semakin ditantang dan dikritik, disoroti dan dicurigai. Keluarga-keluarga lebih kecil, kesempatan maju lebih banyak, orang muda tidak perlu masuk biara untuk meningkatkan status mereka. Siapakah ingin meninggalkan segalanya? Semua orang ingin memiliki semakin banyak.

Unsur hidup kita yang paling dipertanyakan dan dipermasalahkan adalah hidup selibat. Pengaruh dunia sekulir melanda Gereja. Kita harus belajar membedakan suara Tuhan, suara Gereja dari suara-suara dunia modern yang sangat berlawanan. Mana yang kita ingin ikuti? Selama ini banyak orang Kristiani – termasuk religius - telah menyesuaikan diri dengan sekian banyak tawaran dunia tanpa menyadari bahwa iman kita mempunyai dasar yang lain. Maka hidup Kristiani tercampur dengan pengaruh yang lain, keyakinan iman menurun, hal-hal menjadi relatif. Sering kaum religius merasa bingung atau cemas, bersikap reaktif dan defensif. Kadang-kadang Gereja merasa minder – seolah-olah kita tidak punya apa-apa untuk mengerti seksualitas dan harus belajar dari dunia dan psikologi modern.

Kita perlu menemukan kembali arti mendalam dari karisma selibat, spiritualitas indah dari keperawanan demi Kerajaan Allah: undangan untuk mengalami kesatuan intim dengan Yesus Kristus yang merupakan kebahagiaan manusia yang terdalam – yang ditawarkan kepada kita dengan cuma-cuma. Kita harus kreatif dan mampu mengungkapkan apakah artinya hidup selibat dan menghayati seksualitas/afektivitas dalam bentuk religius yang lebih berarti.
Akan tetapi untuk menemukan harta tak terungkapkan itu, kita harus dengan tekun dan tegas melawan arus dunia dengan iman yang jelas.